Batubara
A.PROSES TERBENTUKNYA BATU BARA
Batubara berasal dari
tumbuh-tumbuhan yang telah mati. Proses terjadinya batu bara disebut
proses inkolen (air yang ada di dalamnya dan bahan-bahan
yang mudah menguap, Nitrogen makin kecil sedangkan kadar zat arang atau karbon
bertambah presentasenya).
Setelah tumbuhan mati, proses penghancuran tidak dapat memainkan peranannya
karena air ditempat matinya tumbuh-tumbuhan tersebut tidak atau kurang mengandung
oksigen. Oleh karena itu, tumbuh-tumbuhan tidak mengalami pembusukan dan
kemudian ditimbuni lempung, pasir, kerikil yang akhirnya terjadi proses
pembentukan batu bara. Proses tersebut terbentuk melalui beberapa
tingkatan:
1. Stadium 1 : Proses
Biokimia/ Humifikasi, sisa-sisa tumbuhan menjadi keras karena beratnya sendiri
sehingga tumbuh-tumbuhan berubah warnanya tetapi masih utuh bentuknya karena
tidak ada pengaruh suhu dan tekanan yang menjadi gambut atau Turf.
2. Stadium 2: Proses
Metamorfosa, suhu dan tekanan bertambah tinggi dalam kurun waktu yang lama maka Turf berubah
menjadi batu bara muda atau Lignit.
3. Stadium 3: Pembentukan
batuan berharga yaitu terjadinya batu bara, yang dapat dilihat struktur
tumbuhannya. Jika temperatur tekanan meningkat terus, maka akan terjadi Antrasit .
Kelas dan jenis batu bara
Berdasarkan tingkat proses
pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batu bara umumnya
dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.
§ Antrasit adalah kelas
batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik,
mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C)
dengan kadar air kurang dari 8%.
§ Bituminus mengandung 68 -
86% unsur karbon (C)
dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak
ditambang di Australia.
§ Sub-bituminus mengandung
sedikit karbon dan
banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien
dibandingkan dengan bituminus.
§ Lignit atau batu bara
coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari
beratnya.
§ Gambut, berpori dan memiliki
kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.
B. Persebaran Batubara di Indonesia
Dari peta diatas bisa dilihat potensi
batubara di Indonesia sangatlah melimpah, ada sekitar 18 provinsi yang
menyimpan potensi batubara, yaitu Nanggroe Aceh Darusalam, Sumatera, Riau,
Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Banten,
Jawa Tengah, Jawa
Timur, semua provinsi di Kalimantan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Papua. Sebenarnya jika dimanfaatkan secara seksama maka
batubara pun bisa dijadikan sumber energi yang bisa digunakan untuk berbagai
keperluan seperti keperluan idustri, kegiatan rumahan dsb.
C. Proses pengolahan batubara
Ada beberapa macam cara
proses pengolahan batubara antara lain sebagai berikut.
1.Gasifikasi (coal
gasification)
Secara
sederhana, gasifikasi adalah proses konversi materi organik (batubara, biomass
atau natural gas) yang biasanya padat menjadi CO dan H2 (synthesis
gases) dengan bantuan uap air dan oksigen pada tekanan atmosphere atau tinggi.
Rumus sederhananya:
Coal + H2O + O2 ->
aH2 + CO
2.Fisher Tropsch
proses
Fisher
Tropsch adalah sintesis CO/H2 menjadi produk hidrokarbon atau disebut senyawa
hidrokarbon sintetik/ sintetik oil. Sintetik oil banyak digunakan sebagai bahan
bakar mesin industri/transportasi atau kebutuhan produk pelumas (lubricating
oil).
Hidrogenasi
(hydrogenation)
Hidrogenasi
adalah proses reaksi batubara dengan gas hydrogen bertekanan tinggi. Reaksi ini
diatur sedemikian rupa (kondisi reaksi, katalisator dan kriteria bahan baku)
agar dihasilkan senyawa hidrokarbon sesuai yang diinginkan, dengan spesifikasi
mendekati minyak mentah. Sejalan perkembangannya, hidrogenasi batubara menjadi
proses alternativ untuk mengolah batubara menjadi bahan bakar cair pengganti
produk minyak bumi, proses ini dikenal dengan nama Bergius proses,
disebut juga proses pencairan batubara (coal liquefaction).
Pencairan Batubara
(coal Liquefaction)
Coal
liquefaction adalah terminologi yang dipakai secara umum mencakup pemrosesan
batubara menjadi BBM sintetik (synthetic fuel). Pendekatan yang mungkin
dilakukan untuk proses ini adalah: pirolisis, pencairan batubara secara
langsung (Direct Coal Liquefaction-DCL) ataupun melalui gasifikasi terlebih
dahulu (Indirect Coal Liquefaction-ICL). Secara intuitiv aspek yang penting
dalam pengolahan batubara menjadi bahan bakar minyak sintetik adalah efisiensi
proses yang mencakup keseimbangan energi dan masa, nilai investasi, kemudian
apakah prosesnya ramah lingkungan sehubungan dengan emisi gas buang, karena ini
akan mempengaruhi nilai insentiv menyangkut tema tentang lingkungan.
Undang-Undang No.2/2006 yang mengaatur tentang proses pencairan batubara.
D. Komoditi di Pasar Nasional dan
Internasional
Batubara,
sesuai namanya, memang sedang menjadi komoditas hot di Indonesia sekaligus
penghasil devisa cukup besar. Sebagai salah satu negara pengekspor batubara
terbesar dunia, Indonesia menjadi referensi harga batubara dunia. Saat ini,
sudah ada indeks batubara untuk harga batubara di Indonesia, yaitu Indonesian
Coal Index (ICI) yang dikeluarkan oleh Coalindo Energy Indonesia. Selain itu,
setiap bulan pemerintah melalui Dirjen Mineral dan dan Batubara (Minerba)
mengeluarkan harga patokan batubara (HPA). Kendati begitu, referensi yang sudah
ada belum dapat mencukupi keperluan para pelaku pasar batubara.
Harga
batubara cukup fluktuatif mengikuti pergerakan harga minyak bumi sebagai sesama
komoditas penghasil sumber energi. Fluktuasi harga batubara membuat penentuan
harga batubara Indonesia dalam kontrak jual beli menjadi semakin tidak mudah,
karena keterbatasan referensi harga spot atau harga saat ini, yang diambil dari
ICI atau dari HPA yang dikeluarkan sebulan sekali. Akibatnya, sulit membuat
kontrak jual beli batubara dengan jangka waktu satu tahun menggunakan hargaspot
ICI atau harga bulanan HPA. Jika referensi harga batubara untuk kurun waktu
tertentu tersedia, penentuan harga batubara Indonesia dalam kontrak jual beli
akan jauh lebih mudah.
Di
Amerika Serikat (AS) dan Eropa, para pelaku pasar batubara tidak sulit untuk
mendapatkan referensi harga batubara untuk kurun waktu tertentu karena sudah
ada perdagangan kontrak berjangka batubara di Intercontinental Exchange (ICE)
dan Chicago Mercantile Exchange (CME) dengan bulan kontrak atau periode yang
beragam sampai enam tahun ke depan. Harga yang terjadi di bursa berjangka
seperti ICE dapat menjadi referensi harga batubara yang dipercaya, karena harga
yang terbentuk berasal dari banyak pembeli dan penjual yang tidak saling
mengenal dan terjadi secara transparan wajar dan adil (fair).
Penggunaan
harga batubara spot ataupun HPA dalam kontrak batubara dengan jangka waktu satu
tahun juga dapat membuat para pelaku pasar batubara maupun pemerintah
kehilangan potensi pendapatan. Misalnya, ada seorang produsen batubara terikat
kontrak satu tahun dengan pembeli batubara pada harga US$ 120 per ton. Jika
setelah enam bulan kontrak berjalan harga batu bara naik menjadi US$ 130 per
ton, produsen batubara merasa dirugikan. Dengan harga US$ 130 di pasar, lebih
baik jika produsen batubara menjual di pasar daripada menjual sesuai kontrak,
karena harga di kontrak lebih rendah dari harga di pasar.
Pemerintah
juga akan kehilangan potensi kenaikan pendapatan royalti yang diterima. Seperti
diketahui, dari tingkat keuntungan yang diperoleh atas hasil penjualan
batubara, pemerintah berhak atas 45%. Penjualan dengan harga US$ 130 akan
menghasilkan royalti yang lebih besar bagi pemerintah daripada penjualan dengan
harga US$ 120.